Minggu, 25 Desember 2011

Pesan tentang Kesenangan

Pesan tentang Kesenangan
(Sebuah cerpen)

Hidup ini indah, hidup ini nikmat, hidup ini tempat untuk bersenang-senang. Sungguh indah dapat tertawa kesana kemari tanpa harus lelah berpikir. Sungguh nikmat menghambur-hamburkan uang bukan hasil jerih payah sendiri. Rasanya benar-benar membawa kesenangan bagiku. Senyum pun mengiringiku di setiap hal yang aku lakukan.

Aku adalah orang yang anti terhadap pendidikan, apalagi teori. Aku tak mau waktu bersenang-senangku habis hanya untuk pembicaraan yang tak membuatku senang. Aku tak mau merelakan waktu bermalas-malasanku untuk mendengarkan ceramah orang sok pintar di depan banyak orang itu. Terlebih lagi di tempat kursi lipat berhias papan itu, aku dituntut untuk diam. Bedebah, kegiatan macam apa itu?

Sejauh ini aku tak menemukan arti kata teori. Tak sekedar arti kata yang tertulis, tapi menyangkut tentang guna yang akan diberikan. Bukankah teori membuat kita hanya omong doang? Bukankah teori membuat kita menjadi sok pintar? Aku lihat mereka hanya beradu mulut, berperang dengan kata-kata mereka. Apa-apaan ini, yang aku tangkap hanya konsep,konsep, dan konsep.

Aku tak harus berada di tempat itu. Bahwasanya di tempat itu telingaku panas mendengar semua omong kosong yang mereka keluarkan. Aku tak mampu menikmati apa yang menjadi pertunjukan teoritis mereka. Bagiku semua ini hanya menguras waktuku. Waktu itu sangat berharga, tidak seharusnya harus mendengar celotehan mereka.

Tempatku adalah tempat di mana aku bisa bersenang-senang. Aku bisa menebar keceriaanku sepanjang waktu. Tidakah lebih menyenangkan berjalan di area mall dan menghabiskan uang daripada duduk mendengarkan ceramah orang? Bukankah lebih menyenangkan duduk diam sambil mengepulkan asap dengan segekas bir daripada duduk diam untuk mendengar celoteh orang-orang membosankan?

Hal yang membuat semua itu menjadi lebih nikmat adalah aku tak perlu membanting tulangku untuk menghasilkan rupiah. Aku hanya perlu menyodorkan tanganku kepada dua orang yang menjadi budak pencari uang, yang bertugas mencukupi kebutuhanku. Yang sekeras apapun usaha mereka aku tak pernah peduli. Yang aku mau tahu hanya kebutuhan kesenanganku harus terpenuhi.

Terkadang aku berdalih ke hal lain untuk uang yang aku minta. Aku berkata untuk membeli membeli buku, pada akhirnya aku belikan daun untuk aku hisap seperti Bob Marley. Terkadang aku berdalih untuk membayar ini itu untuk membeli sebotol Red Label. Bukankah itu keren? Aku memanfaatkan mereka untuk kesenanganku.

Aku tak peduli meskipun mereka tak mau melihatku selalu senang. Tuntutan untuk bersusah-susah selalu mereka canangkan. Tak pernah aku habis pikir, mengapa mereka selalu memenuhi mulutnya dengan kata-kata larangan untuku bersenang-senang? Bukankah mereka telah berjanji kepada sang pencipta untuk memberikan kebahagiaan padaku? Tolong sang pencipta, sampaikan pada mereka bahwa aku hanya ingin bersenang-senang. Katakan pada mereka bahwa aku tak mau bersusah payah untuk menjadi sepasang orang seperti mereka untuk orang lain.

Stop!
........................................................................................................................................................................................................................................................................

Kumohon sang Pencipta, jangan tulis cerita itu lagi! Cerita itu hanya dapat aku nikmati 10 tahun yang lalu. Kini hidupku tak lagi ada artinya. Lihatlah aku hanya bisa diam dibawah kolong jembatan. Aku hanya dapat mengisi perut dengan sisa-sisa makanan yang terbuang. Terkadang mendapat nasi tempe hasil dari uluran tangan orang dermawan. Yang dengan pakaian compang-camping aku meminta-minta.
Sang Pencipta, apakah engkau mendengarku?

Aku tak ingin tulisan tentang kesenangan itu tercetak dan mempengaruhi orang lain. Aku tak ingin banyak manusia bodoh yang menjadi korban surga dunia sepertiku. Bahwasanya hidupku tak berguna, hanya untuk kesenangan sesaat aku buang kesempatan untuk menuju kesenangan hakiki. Bahwasanya kepalsuan itu yang telah mencelakakan aku.

Aku yakin kau mendengar wahai sang pencipta. Aku tahu setiap kata yang aku ucapkan tak luput untuk engkau tulis. Karena itu engkau tahu segalanya tentang aku. Segala nafsu dunia sebagai makhluk ini yang mengantarkanku pada kehancuran. Kumohon wahai sang pencipta jika tulisan ini pun tercetak, sampaikan pada mereka bahwa memenuhi kesenangan terus menerus adalah kehancuran di kemudian hari.

....Sekian....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar